loading...
loading...

BAGIAN I

Jika materi bersifat mutlak dan abadi ataupun benar – benar ada, yang keberadaannya berdiri sendiri dan terpisah dari diri kita, tentu persepsi kita terhadap materi atau zat tersebut tidak berubah – ubah menurut satu individu dengan individu lainnya. Lincoln Barnett berpendapat bahwa tiada seorangpun yang dapat mengetahui apakah orang lain mencerap warna merah atau mendengar not C dengan cara yang sama seperti dirinya.

Kita mengetahui alam luar sebatas hanya karena pengalaman dan perantaraan indera kita (seperti menyentuh, mengecap, mencium, melihat ataupun mendengar), sehingga kita meyakini seolah – olah materi yang menyusun alam luar itu benar – benar ada di luar diri kita.

Maha suci Allah, betapa tertipunya kita terhadap perhiasan dunia yang kita “miliki” ini sehingga melalaikan-Nya

Renungan sederhana:
  • Apakah kita tetap yakin bahwa apel itu merah, sedangkan mata ini buta warna buat selamanya?
  • Apakah kita tetap yakin bahwa apel itu manis, sedang lidah ini putus akibat kecelakaan?
  • Apakah kita tetap yakin bahwa apel itu harum, sedangkan hidung ini tersumbat untuk beberapa tahun?
  • Apakah kita tetap yakin bahwa apel itu berbentuk, sedang syaraf sentuh kulit ini mati rasa?
  • Lalu, apakah kita masih tetap yakin untuk selamanya bahwa apel itu benar – benar ada, sedangkan pada saat yang sama seluruh indera kita mengalami gangguan fungsi yang cukup serius?

Ketika kita mencerap suatu objek maka rangsangan yang datang dari objek itu diubah menjadi sinyal – sinyal listrik dan menimbulkan efek – efek di dalam otak kita. Dan tatkala kita melihat, sebenarnya kita mengamati efek – efek dari sinyal listrik di dalam otak kita, bukannya gambaran objek yang kita lihat tersebut. Harus diingat, otak itu sendiritersekat dari cahaya, suara, suhu, tekanan, rasa, dan bau – bauan.

R. L. Gregory dalam buku  Eye and Brain: The Psychology of Seeing berkata,
Ada suatu godaan yang harus dihindari untuk mengatakan bahwa mata menghasilkan gambar dalam otak. Gambar dalam otak menjelaskan perlunya beberapa jenis mata intern untuk melihatnya – tetapi hal ini akan membutukan mata berikutnya untuk melihatnya dan seterusnya, dalam suatu kemunduran mata dan gambar yang tiada berakhir. Hal ini mustahil. 
(Eye and Brain; The Psychology of Seeing)

Kita melihat objek – objek berwarna bukanlah karena objek – objek itu berwarna atau karena  memiliki keberadaan material yang terpisah di luar objek itu sendiri. Kebenaran materi adalah bahwa semua sifat yang kita anggap berasal dari objek itu ada dalam diri kita dan bukan di alam luar.

George Berkeley berkata,
Mulanya, diyakini bahwa warna, bau, bentuk dan lain-lain benar – benar ada, tetapi selanjutnya pandangan demikian ditinggalkan dan terlihat bahwa itu semua bergantung pada penginderaan kita belaka.

Maulana Jami berkata,
Apapun yang ada di alam semesta ataupun yang ada di luar diri kita adalah inderawi dan ilusi. Mereka itu seperti pantulan di cermin atau bayang – bayang.

Imam Rabbani berkata,
Allah… Substansi makhluk – makhluk yang ia ciptakan ini tidak lain kecuali ketiadaan… ia menciptakan semuanya dalam cakupan indera dan ilusi… keberadaan alam semesta ini adalah di cakupan indera dan ilusi, dan ini bukan materi… pada hakekatnya, tiada yang berada di luar diri manusia kecuali Allah SWT.
 (Letters of Rabbani)

BAGIAN II

Ketika seseorang mengetuk suatu objek, ia mendengar suara tertentu. Dan ketika ia mengetuk objek yang sama lima menit kemudian, ia mendengar suara lainnya. Orang itu mencerap jarak waktu suara pertama dan suara kedua, dan ia menyebut interval ini sebagai ‘waktu’. Akan tetapi, pada saat ia mendengar suara kedua, suara pertama yang ia dengar tidak lebih dari imajinasi dalam benaknya. Ini hanya sepotong informasi dalam ingatan.

Begitu juga halnya dengan seseorang yang meyakini bahwa ia telah berusia sekian tahun. Ia berkeyakinan demikian karena ia telah mengumpulkan informasi berkenaan dengan usianya yang sekian tahun dalam benaknya. Namun bila ia membandingkan waktu sekarang dengan waktu terdahulu, niscaya ia akan dapati waktu terdahulu tidak lebih dari imajinasi belaka. Sebagai contoh, seorang pemuda ‘T’ yang berusia dua puluh satu tahun. Ia dapat menetapkan umurnya sekian berdasarkan ingatannya tentang berbagai peristiwa sebagai masa terdahulu. Jika ingatannya tidak ada, ia tidak akan berpikir tentang keberadaan waktu terdahulu dan ia hanya akan mengalami saat tunggal kala ia hidup.

Dengan kata lain, pemuda ‘T’ merumuskan konsep waktu dengan membandingkan saat ia hidup dengan yang ia miliki dalam ingatannya.  Jika pembandingan ini tidak dibuat tidak mungkin ada konsep waktu. Ataupun, waktu menjadi ada sebagai akibat dari pembandingan yang dibuat antara ilusi – ilusi yang tersimpan dalam otak. Pendek kata, sesuatu yang kita cerap sebagai waktu adalah suatu metode pembandingan satu momen dengan momen lainnya. Dan jika disederhanakan lagi pengertiannya waktu adalah tatanan peristiwa.

Albert Einstein berkata,
Pengalaman individu tampak pada kita tertata dalam serangkaian peristiwa; dalam rangkaian ini, peristiwa tunggal yang kita ingat (menjadi) tampak tertata menurut kriteria terdahulu dan terkemudian.
 (Lincoln Barnett, The Universe and Dr. Einstein)
Ruang dan waktu merupakan bentuk intuisi, yang tidak bisa dipisahkan dari kesadaran lebih daripada yang bisa dipisahkan dari konsep warna, bentuk dan ukuran.
 (Ibid)

Lincoln Barnett juga berkata,
Tepat seperti hal – hal semacam warna yang tidak ada tanpa pencerapan ataupun penginderaan oleh mata, seketika atau sejam atau seharipun tidak ada tanpa penandaan oleh peristiwa.

Teori Umum Relativitas mengatakan;

  • Waktu tidak mempunyai keberadaan yang bebas terpisah dari tatanan peristiwa, yang dengan tatanan peristiwa tersebut kita mengukur waktu
  • Kecepatan waktu berubah tergantung pada kecepatan objek dan posisinya di medan gravitasi. Bila kecepatan terus bertambah, waktu disingkatkan dan dipadatkan: waktu melambat seolah – olah sampai ke titik “berhenti”

BAGIAN III (-HABIS)

Di dunia ini yang meliputi materi, ruang , dan waktu – mengutip perkataan Herakleitos, yaitu “Panta Rei” – tiada yang abadi melainkan perubahan. Dan sesungguhnya perubahan meniadakan adanya sebuah keberadaan. Setiap perubahan mustahil berdiri sendiri dan merupakan keharusan memerlukan acuan yang tetap sebagai sandaran keberlangsungan perubahan itu sendiri hingga menuju batas akhir yang telah ditentukan. Acuan yang tetap ini haruslah yang kekal dan berdiri sendiri. Sedangkan yang kekal dan berdiri sendiri,  satu-satunya, cuma Allah.

Akhirnya sampailah kita pada suatu kesimpulan bahwa alam semesta ialah kesatuan khayalan atau semu dengan semua zat penyusunnya dan semua makhluk yang tinggal di dalamnya. Alam semesta adalah sekumpulan cerapan. Ini semua bukanlah semacam filosofi atau hasil pola piker ansich, melainkan fakta ilmiah yang mustahil ditolak kebenarannya.

Lincoln Barnett berkata;
Seiring dengan reduksi oleh para filsuf terhadap semua realitas subjektif ke suatu dunia bayang-bayang cerapan, para ilmuwan menjadi sadar akan batas-batas indera manusia yang mengkhawatirkan.
 (Lincoln Barnett, The Universe and Dr. Einstein)

112. Allah bertanya: "Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?"
113. mereka menjawab: "Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, Maka Tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung."
114. Allah berfirman: "Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu Sesungguhnya mengetahui"
(Al-Mu’minun)

14. dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
(‘Ali Imran)

*Disarikan dari Buku Evolution Deceit Karya Harun Yahya*

Post a Comment

Iklan